Senin, 02 Februari 2015

Anak Kecil Kebanggaan Keluarga

Aku tumbuh menjadi seorang anak kecil dengan rambut ikal. 
Aku tinggal bersama mama dan papa di Poka, Ambon. 
Papa masih meraih impiannya di bangku kuliah, Universitas Pattimura, Ambon dengan jurusan Biologi. Sedangkan mama memutuskan berhenti kuliah hanya untuk mengurusi aku, putri pertamanya ini. 
Kami bertiga hidup disebuah rumah kos, bersama dengan teman-teman papa dan mama yang lain. 
Sekalipun kami hanya tinggal di rumah kos yang kecil dan sederhana itu tetap saja aku bahagia punya papa dan mama seperti mereka. 
Seingat-ku, papa dan mama masih tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan kami, khususnya kebutuhanku. 
Papa yang sudah berada di tingkat akhir kuliah, masih bekerja dilaut membawa orang-orang menyeberangi lautan dari Poka ke pulau sebelah, Galala. 
Aku sering berada di perahu papa, bermain di pantai dan bersama dengan papa membawa orang-orang menyeberangi lautan. 
Sedangkan mama berhenti dari karir penyiar (di Merpati, Ambon) dan menekuni bisnis jualan gorengan.
Mama pernah bercerita kalau semasa kecil, aku sering membantu mama menjual gorengan dan pernah aku menjual gorengan pada orang asing (bule) dan dia memberikanku satu uang receh yang entah berapa nilainya, aku lupa! dan .. dia mengambil semua jualanku lalu aku menangis. (Haha! LOL). Mama mengatakan bahwa aku menangis dan bilang, "Om ini hanya memberikanku satu uang receh tapi mengambil semua jualanku." Mama hanya tertawa dan mengatakan kalau uang receh ini meski satu tapi nilainya banyak. Entahlah berapa nilai satu uang receh itu. Aku berusaha keras mengingatnya tapi aku tak mampu mengingatnya.

Aku tumbuh menjadi anak kecil yang pandai. 
Meski umurku baru berusia satu tahun, aku sudah bisa berjalan dengan baik tanpa terjatuh. 
Menurut cerita mama, kakek-ku (sebenarnya adalah kakek buyut tapi karena kakek yang mengurus mama dari masih bayi, jadi anggap saja adalah kakek-ku bukan buyut-ku. Ah aku sering memanggil kakek dengan sebutan, "tete yeyeng," sementara papa dan mama dan saudara-saudara mama sering memanggilnya dengan sebutan "tata/ tata yeyeng") adalah orang yang mengajariku berjalan semenjak aku masih berumur tujuh bulan. Apakah kamu tahu alat yang berbentuk huruf Y yang terbuat dari kayu? Ya.. Ya! Itu digunakan kakek untuk mengajariku berjalan.
Bagaimana dengan berbicara? menulis? membaca? 
Menurut cerita aku sekalipun masih berusia satu tahun, aku sudah bisa berbicara dengan lancar meski kesulitan melafalkan huruf R. 
Mungkin karena aku satu-satunya anak kecil yang hidup ditengah-tengah orang dewasa disekitarku, jadi tentu saja aku mengikuti gaya bicara mereka. 
Kemampuan menulis dan membacaku semakin baik. Bahkan aku yang masih berumur tiga tahun sudah bisa membaca dengan jelas dan menulis dengan baik. 
Aku semakin berkembang semakin bertambahnya hari. 
Papa yang sangat menyayangiku, khawatir jika kemampuanku akan menghilang begitu saja. Papa dan mama memutuskan untuk mendaftarkanku pada sebuah taman kanak-kanak di Poka. Tapi karena usia-ku yang masih begitu muda (belum cukup usia untuk duduk di taman kanak-kanak) jadi mereka menolak-ku meski kemampuanku sudah setara anak sekolah dasar. Setahun kemudian mereka menerima-ku. Usia-ku genap 4 tahun.

Aku tumbuh menjadi anak kecil yang paling disayang dan dimanja keluargaku. 
Mungkin karena aku adalah cucu pertama dari dua keluarga besar dari pihak mama dan papa. 
Aku masih mengingat, dulu aku punya banyak hadiah boneka dan mainan yang lain. 
Ah, tapi jangan berpikir karena aku adalah anak perempuan jadi sangat dimanja papa dan mama. Tentu saja mereka menyayangiku dan memanjakanku tapi juga mengajariku dengan baik untuk tidak bersikap terlalu manja. 
Buktinya, meski aku adalah anak perempuan tapi papa mengajariku cara memukul orang jika ada yang berbuat tidak baik kepadaku. Tentu saja aku masih mengingat kejadian seperti ini, pertama ada anak laki-laki yang mengisengi-ku ditaman kanak-kanak dan aku menarik kemejanya dan dia menangis. Kedua saat aku sedang dalam masa nakal saat bermain, aku dimarahi mama dan dihukum main dikamar saja. Aku menangis. Lalu teman masa kecilku disebelah rumah, entah namanya siapa, aku lupa. Dia menghampiriku dikamar, melihatku sedang menangis, dan aku tanpa bertanya, tanpa basa-basi langsung mengayunkan tinju-ku padanya (Hahaha..). Tentu saja dia menangis.Tapi kami masih tetap bertama setidaknya sebelum terjadinya kerusuhan di Poka. 

Aku tumbuh menjadi anak kecil yang sering kali dibawah saat ada pelayanan doa dari pastoral, dari keluarga-ku juga. 
Aku bertumbuh dalam iman Katolik yang sejak aku lahir sudah di Baptiskan kepadaku. 
Aku menjadi anak kesayangan beberapa pastor dan suster di Poka. 
Aku sering dibawa kemana pun tante-ku melakukan pelayanan doa. Ah, tante-ku bukan biarawan-biarawati tapi sering membantu pelayanan doa bagi umat yang membutuhkan bantuan doa. 
Karena beberapa anggota keluarga dari pihak papa juga adalah biarawan-biarawati jadi tentu saja aku menjadi anak yang semakin bertumbuh dalam iman. 
Meski aku sering dibawa tante saat ia akan melakukan pelayanan doa kerumah orang yang meminta bantuannya, tetap saja saat disodorkan makanan meski selezat apapun itu, aku akan menolaknya dan mengatakan, "Icha akan makan nasi, ikan, sayur dirumah sama papa dan mama saja." Jawaban dari anak kecil seperti-ku tentu saja mengundang tawa dari mereka. Uang yang adalah hadiah dari orang-orang, selalu aku berikan semua kepada mama. 

Semua ini adalah alasan-alasan kecil mengapa aku menjadi anak kebanggan keluarga, dan anak kesayangan keluarga khususnya menjadi anak kesayangan papa.
Menurut mama, aku adalah jantung-nya papa. Kau tahu bukan, kalau jantung adalah organ pertama yang paling penting bagi manusia. Tanpa detak jantung, manusia sudah pasti meninggal. 

Selasa, 02 September 2014

Kelahiranku

16 Juni 1994 

Tanggal kelahiranku ..
Aku lahir dari seorang wanita berparas cantik, berkulit putih, badannya tinggi semampai, hidungnya mancung, rambutnya kemerah-merahan dan bergelombang. Wajar saja karena wanita yang kupanggil "Mama" ini masih ada keturunan Belanda. Entah bagaimana kisah leluhurku, yang aku pernah dengar dari cerita keluarga adalah kami masih ada kaitan darah dengan orang Belanda. Suatu kewajaran yang lain adalah negeri kami (tepatnya kampung halaman mamaku, Saparua) pernah dijajah oleh bangsa Belanda. 
 
Mama melahirkanku di sebuah kota bernama Saumlaki. Saumlaki adalah tanah kelahiranku. Saumlaki juga adalah negeri papa-ku, yang menjadi ibukota Kabupaten Maluku Tenggara Barat, yang termasuk wilayah Provinsi Maluku. Saat mama melahirkanku, papa tidak ada disamping mama karena papa sedang kuliah sambil kerja. Papa-ku adalah seorang mahasiswa di Universitas Pattimura Ambon dan mengambil jurusan Biologi. Papa-ku seorang pria dengan rupa yang tampan, tampan hati dan wajahnya. Saat mendekati bulan kesembilan untuk mama melahirkan, papa menyuruh mama ke Saumlaki dan tinggal bersama oma (almarhumah), opa, dan adik-adik-nya papa yang masih berada di sekolah menengah.
 
Kata keluargaku, aku lahir normal hanya saja saat aku lahir aku tampak kebiruan dan bahkan tak menangis seperti bayi-bayi yang baru lahir di dunia. Tentu saja keluarga khawatir dan cemas kepada kondisiku, apalagi mama yang masih dalam keadaan lemah setelah melahirkanku. Dari yang kudengar, opa-ku berdoa di ruang keluarga sedangkan salah satu tante-ku berdoa didalam kamarnya. Saat mereka berdoa dan menangis, suatu mujizat Tuhan yang kuakui didalam hidupku sampai saat ini, bayi perempuan itu (Aku) menangis. Sukacita besar hadir di dalam rumah keluarga besar kami, rumah oma dan opa-ku. Bahagia dirasakan oleh tiap keluargaku. Aku si bayi kecil, menangis. Aku cucu perempuan pertama dari keluarga besar mama dan papa-ku. Aku cucu pertama dari kedua pasangan oma dan opa-ku, yang di Saumlaki dan di Mahu, Saparua. Papa-ku segera dikabari oleh mereka. Tentu saja papa juga bahagia. Anak perempuannya lahir, anak dari wanita yang dicintainya, dan anak yang ditunggunya. 

Mereka memberiku nama, 

                              Eva Maria Keljombar 

Nama yang menjadi nama baptisku. Nama yang terdiri dari dua wanita yang terberkati. Eva (Hawa) adalah wanita pertama yang diciptakan Tuhan dari tulang rusuk suaminya, Adam. Sedangkan Maria adalah wanita yang melahirkan Yesus, Tuhan kami. Jadi namaku berarti, "Wanita pertama dan terakhir yang diberkati Tuhan." Nama Eva juga adalah nama seorang adik papa-ku yang baru berumur 2 tahun tapi meninggal. Kalau aku tidak salah menghitungnya kami berdua berjarak 14 tahun. Dia lahir pada tanggal 1 Juni. Bulan yang sama denganku. Entah tahun berapa aku melupakannya. 
Selain nama baptisku, aku punya nama dalam adat Tanimbar, adat daerah papa-ku yang berasal dari nama oma-ku.
Aku juga diberi nama Lifia oleh oma-ku. Karena oma (almarhumah) lebih menyukai memanggilku dengan nama itu. Katanya nama Lifia adalah nama gabungan oma, Sofia; dan nama gabungan dari nenek buyutku (dari keluarga mama), namanya Korneli.

Kata mama, kata papa, kata keluargaku, dan kata mereka tetanggaku, aku lahir dengan paras yang cantik. Mataku berbinar-binar cerah, mataku bulat tapi cipit, bibirku kemerahan, ada rambut halus yang tumbuh dikepalaku, rambut hitam sedikit kemerahan, kulitku putih bersih tanpa ada satu titik noda pun yang menempel dikulitku. Katanya, aku mirip orang Cina. Satu lagi kewajaran, kata mama ada nenek-nenek mama yakni leluhurku yang berkebangsaan Cina, seingatku nama mereka di kampung halaman mama itu Ci-pan-ci dan Ci-tan-ci. 

Kelahiranku didunia sungguh suatu mujizat Tuhan, karya terbesar Tuhan dalam hidup kedua orang tuaku, dan keluarga besarku. 

Apapun dan bagaimana jalan dan proses dari mama dan papa sehingga akhirnya aku lahir, aku percaya itu tak lepas dari campur tangan Tuhan atas hidupku. Sejak awal ibuku mengandungku, aku sudah diberkati. Bahkan hingga nanti aku menua dan kembali ketanah aku tetap diberkati.
 
                                                                          *** 

"Tuhan memberi pilihan yang tepat untuk hidupku, seperti hadir ditengah-tengah keluarga ini." Eva