Aku tumbuh menjadi seorang anak kecil dengan rambut ikal.
Aku tinggal bersama mama dan papa di Poka, Ambon.
Papa masih meraih impiannya di bangku kuliah, Universitas Pattimura, Ambon dengan jurusan Biologi. Sedangkan mama memutuskan berhenti kuliah hanya untuk mengurusi aku, putri pertamanya ini.
Kami bertiga hidup disebuah rumah kos, bersama dengan teman-teman papa dan mama yang lain.
Sekalipun kami hanya tinggal di rumah kos yang kecil dan sederhana itu tetap saja aku bahagia punya papa dan mama seperti mereka.
Seingat-ku, papa dan mama masih tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan kami, khususnya kebutuhanku.
Papa yang sudah berada di tingkat akhir kuliah, masih bekerja dilaut membawa orang-orang menyeberangi lautan dari Poka ke pulau sebelah, Galala.
Aku sering berada di perahu papa, bermain di pantai dan bersama dengan papa membawa orang-orang menyeberangi lautan.
Sedangkan mama berhenti dari karir penyiar (di Merpati, Ambon) dan menekuni bisnis jualan gorengan.
Mama pernah bercerita kalau semasa kecil, aku sering membantu mama menjual gorengan dan pernah aku menjual gorengan pada orang asing (bule) dan dia memberikanku satu uang receh yang entah berapa nilainya, aku lupa! dan .. dia mengambil semua jualanku lalu aku menangis. (Haha! LOL). Mama mengatakan bahwa aku menangis dan bilang, "Om ini hanya memberikanku satu uang receh tapi mengambil semua jualanku." Mama hanya tertawa dan mengatakan kalau uang receh ini meski satu tapi nilainya banyak. Entahlah berapa nilai satu uang receh itu. Aku berusaha keras mengingatnya tapi aku tak mampu mengingatnya.
Aku tumbuh menjadi anak kecil yang pandai.
Meski umurku baru berusia satu tahun, aku sudah bisa berjalan dengan baik tanpa terjatuh.
Menurut cerita mama, kakek-ku (sebenarnya adalah kakek buyut tapi karena kakek yang mengurus mama dari masih bayi, jadi anggap saja adalah kakek-ku bukan buyut-ku. Ah aku sering memanggil kakek dengan sebutan, "tete yeyeng," sementara papa dan mama dan saudara-saudara mama sering memanggilnya dengan sebutan "tata/ tata yeyeng") adalah orang yang mengajariku berjalan semenjak aku masih berumur tujuh bulan. Apakah kamu tahu alat yang berbentuk huruf Y yang terbuat dari kayu? Ya.. Ya! Itu digunakan kakek untuk mengajariku berjalan.
Bagaimana dengan berbicara? menulis? membaca?
Menurut cerita aku sekalipun masih berusia satu tahun, aku sudah bisa berbicara dengan lancar meski kesulitan melafalkan huruf R.
Mungkin karena aku satu-satunya anak kecil yang hidup ditengah-tengah orang dewasa disekitarku, jadi tentu saja aku mengikuti gaya bicara mereka.
Kemampuan menulis dan membacaku semakin baik. Bahkan aku yang masih berumur tiga tahun sudah bisa membaca dengan jelas dan menulis dengan baik.
Aku semakin berkembang semakin bertambahnya hari.
Papa yang sangat menyayangiku, khawatir jika kemampuanku akan menghilang begitu saja. Papa dan mama memutuskan untuk mendaftarkanku pada sebuah taman kanak-kanak di Poka. Tapi karena usia-ku yang masih begitu muda (belum cukup usia untuk duduk di taman kanak-kanak) jadi mereka menolak-ku meski kemampuanku sudah setara anak sekolah dasar. Setahun kemudian mereka menerima-ku. Usia-ku genap 4 tahun.
Aku tumbuh menjadi anak kecil yang paling disayang dan dimanja keluargaku.
Mungkin karena aku adalah cucu pertama dari dua keluarga besar dari pihak mama dan papa.
Aku masih mengingat, dulu aku punya banyak hadiah boneka dan mainan yang lain.
Ah, tapi jangan berpikir karena aku adalah anak perempuan jadi sangat dimanja papa dan mama. Tentu saja mereka menyayangiku dan memanjakanku tapi juga mengajariku dengan baik untuk tidak bersikap terlalu manja.
Buktinya, meski aku adalah anak perempuan tapi papa mengajariku cara memukul orang jika ada yang berbuat tidak baik kepadaku. Tentu saja aku masih mengingat kejadian seperti ini, pertama ada anak laki-laki yang mengisengi-ku ditaman kanak-kanak dan aku menarik kemejanya dan dia menangis. Kedua saat aku sedang dalam masa nakal saat bermain, aku dimarahi mama dan dihukum main dikamar saja. Aku menangis. Lalu teman masa kecilku disebelah rumah, entah namanya siapa, aku lupa. Dia menghampiriku dikamar, melihatku sedang menangis, dan aku tanpa bertanya, tanpa basa-basi langsung mengayunkan tinju-ku padanya (Hahaha..). Tentu saja dia menangis.Tapi kami masih tetap bertama setidaknya sebelum terjadinya kerusuhan di Poka.
Aku tumbuh menjadi anak kecil yang sering kali dibawah saat ada pelayanan doa dari pastoral, dari keluarga-ku juga.
Aku bertumbuh dalam iman Katolik yang sejak aku lahir sudah di Baptiskan kepadaku.
Aku menjadi anak kesayangan beberapa pastor dan suster di Poka.
Aku sering dibawa kemana pun tante-ku melakukan pelayanan doa. Ah, tante-ku bukan biarawan-biarawati tapi sering membantu pelayanan doa bagi umat yang membutuhkan bantuan doa.
Karena beberapa anggota keluarga dari pihak papa juga adalah biarawan-biarawati jadi tentu saja aku menjadi anak yang semakin bertumbuh dalam iman.
Meski aku sering dibawa tante saat ia akan melakukan pelayanan doa kerumah orang yang meminta bantuannya, tetap saja saat disodorkan makanan meski selezat apapun itu, aku akan menolaknya dan mengatakan, "Icha akan makan nasi, ikan, sayur dirumah sama papa dan mama saja." Jawaban dari anak kecil seperti-ku tentu saja mengundang tawa dari mereka. Uang yang adalah hadiah dari orang-orang, selalu aku berikan semua kepada mama.
Semua ini adalah alasan-alasan kecil mengapa aku menjadi anak kebanggan keluarga, dan anak kesayangan keluarga khususnya menjadi anak kesayangan papa.
Menurut mama, aku adalah jantung-nya papa. Kau tahu bukan, kalau jantung adalah organ pertama yang paling penting bagi manusia. Tanpa detak jantung, manusia sudah pasti meninggal.
Menurut mama, aku adalah jantung-nya papa. Kau tahu bukan, kalau jantung adalah organ pertama yang paling penting bagi manusia. Tanpa detak jantung, manusia sudah pasti meninggal.